Senin, 22 Desember 2014

pemeriksaan fisik dan penunjang sistem respirasi



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pemeriksaan sistem respirasi merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk nmemepertoleh data yang sistematid dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakann keperawatan yang tepat bagi klien (Dewi Sartika,2010)
Pemeriksaan diagnostik adalah penilaian klinis tentang respon individu terhadap suatu masalah  kesehatan. Hasil suatu  pemeriksaan sangat penting dalam  membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode,yaitu: (Dewi Sartika,2010)
1.      Metode morfologis
di antaranya adalah teknik radiologi, endoskopi, pemeriksaan biopsydan sputum.
2.      Metode fisiologis
misalnya pengukuran gas darah dan uji fungsi ventilasi.

B.    Rumusan masalah
1.    Apa saja yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan?
2.    Tindakan apa sajakah yang harus dilakukan pada pemeriksaan diagnostic system pernafasan ?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui apa-apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan yang menderita gangguan pernafasan.
2.    Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan fisik system pernapasan.
3.    Untuk mengetahui apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan saat melakukan pemeriksaan diagnostik pada penderita gangguan pernapasan.
4.    Diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami dan menerapkan macam pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik pada organ pernafasan yang menderita gangguan pernafasan.

D.   Manfaat
1.      Membantu perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik system pernafasan
2.      Memudahkan perawat dalam menangani klien dengan gangguan system pernafasan.
3.      Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan fisik system pernapasan
4.      Mahasiswa mampu apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan saat melakukan pemeriksaan diagnostic  pada penderita gangguan pernapasan.

























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pemeriksaan fisik sistem respirasi
1.         Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi sistem respirasi dilakukan secara menyeluruh dan sistematis. Prosedur pemeriksaan inspeksi toraks dilakukan dalam dua keadaan, yaitu inspeksi yang dilakukan dalam keadaan statis dan dalam keadaan dinamis. Inspeksi diawali dengan pengamatan pada keadaan statis, terhadap keadaan umum pasien, kepala (adanya edema di muka), mata (cunjunctiva, kelopak mata), leher ( Jugular Venous Presure, deviasi trakea) tangan (clabing finger, kuku), kaki (edema tungkai) dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan toraks seperti kelainan bentuk dinding toraks, dll. Sehingga pada pemeriksaan inspeksi sistem respirasi ini perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.      Kelainan yang terdapat pada sistem respirasi
2.      Kelainan alat diluar sistem respirasi yang mempengaruhi pernapasan, seperti :
a.       Penyakit jantung
b.      Anemia, dll
3.      Kelainan sistem respirasi yang menimbulkan gejala diluar paru
a.       Jari tabuh
b.      Sianosis
c.       Edema muka
d.      Bendungan vena leher, dll
Selain itu, Inspeksi pasien juga meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tidak adanya beberapa faktor, yaitu :
1.       Efektivitas dan frekwensi batuk pasien
Hal ini penting untuk dilaporkan, serta karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
2.      Observasi ekspansi dada umum
Bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal.
3.      Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
1.        Posisi trakea
Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
2.        Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada
(misalnya peningkatan dalam ukuran dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang).

2.      Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi sistem respirasi dapat dilakukan pemeriksaan Tactil fremitus dinding toraks dengan cara :
Menempelkan telapak dan jari jari tangan pada dinding dada. kemudian pasien disuruh mengucapkan kata kata seperti 77, dengan nada yang sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara hemithorax kiri dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa secara bergantian. Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau tidak ada bila terdapat sesuatu diantara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada.




Fremitus meningkat bisa ditemukan pada :
a.       Infiltrat paru
b.      Compressive atelektasis
c.       Cavitas paru
Fremitus menurun pada :
a.    Penebalan pleura
b.    Efusi pleura
c.    Pneumothorax
d.   Emfisema paru
e.    Obstruksi dari bronkus

Selain itu dengan palpasi dapat juga menentukan kelainan di perifer seperti :
a.       kondisi kulit (basah atau kering)
b.      adanya demam
c.       arah aliran vena dikulit pada vena yang terbendung (venaectasi)
d.      tumor
e.       pembesaran KGB
f.       deviasi trakea, dll

3.      Perkusi (perkusi dinding toraks)
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang dihasilkan oleh ketokan pada dinding toraks. Metoda ini tetap penting walaupun pemeriksaan radiologi toraks sudah makin berkembang, oleh karena dengan pemeriksaan fisik yang baik bisa memprediksi kelainan yang ada dalam rongga toraks sebelum pemeriksaan radiologi dilakukan. Dengan pemeriksaan ketok/ perkusi pada dinding toraks akan menggetarkan udara yang ada dalam paru. Bunyi yang dihasilkan tergantung dari banyak sedikitnya udara yang ada dalam rongga dada. Penilaiannya dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.       Sonor
b.      Hipersonor
c.       Redup
d.      Pekak





Teknik dari perkusi
Pada pemeriksaan perkusi penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi duduk. Pemeriksa menggunakan jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks, tegak lurus dengan iga atau sejajar dengan iga disebut sebagai flexi meter. Sementera jari tengah tangan kanan digunakan sebagai pemukul (pengetok) disebut flexor.
Perkusi pada dinding toraks depan dapat dilakukan pada posisi tidur telentang, jika pasien duduk kedua tangan pada paha dengan flexi pada sendi siku. Perkusi dimulai dari lapangan atas paru menuju ke lapangan bawah sambil membandingkan bunyi perkusi antara hemi toraks kanan dan hemi toraks kiri.
Pemeriksaan perkusi dinding toraks belakang dilakukan pada posisi pasien duduk membelakangi pemeriksa, jika pasien tidur oleh karena, tidak dapat duduk maka untuk perkusi daerah punggung, posisi pasien dimiringkan kekiri dan kekanan bergantian.





Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan perkusi dinding toraks :
a.       Jika dinding toraks pasien lebih tebal tekanan jari flexi meter pada permukaan dinding toraks semakin ditingkatkan dan ketokan flexor semakin kuat.
b.      Lakukan ketokan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan kanan pada phalanx kedua dari jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks.
c.       Gerakan ketokan pada perkusi berpusat pada sendi pergelangan tangan bukan pada sendi siku.
d.      Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal perkusi agak lebih kuat sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti daerah axilla dan lapangan bawah paru, kekuatan perkusi tidak terlalu kuat.
e.       Waktu inspirasi dalam, batas belakang paru akan turun 4-6 cm, oleh karena terjadi peranjakan batas paru turun ke bawah yang ditandai oleh perobahan suara perkusi redup menjadi sonor sejauh 4-6 cm.
f.       Bagian anterior toraks, bunyi sonor mulai dari clavicula kearah arcus costarum, kecuali pada daerah jantung dan hati yang memberikan perkusi redup atau pekak.
g.      Pada daerah anterior kanan pada ruang intercostal 4 sampai 6 akan didapatkan perkusi redup, dimana pada daerah ini didapatkan overlap antara parenkim paru dengan hati (perkusi dilakukan pada linea medio clavicularis kanan.
h.      Dari intercostal 6 sampai arcus costarum kanan, perkusi adalah pekak (daerah hati) yang tidak ditutupi parenkim paru.
i.        Pada bagian anterior kiri bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah lambung) 2-3 cm diatas (superior) dari clavicula di sebut kronig’s isthmus. Suatu zona sonor + 4-6 cm meluas melewati bahu kearah posterior sampai tonjolan scapula, daerah ini bisa menyempit bila terjadi fibrosis dari apex paru.
j.        Daerah dinding belakang toraks, bunyi perkusi sonor dari apex paru sampai batas bawah vertebrae thoracal X/XI.
k.      Diatas scapula bunyi perkusi sonor agak melemah.
l.        Batas jantung dengan perkusi :
Kanan : Ruang intercostal III-IV pinggir sternum kanan
Kiri atas : Ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari mid sternum
Kiri bawah : Intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.

Bunyi perkusi
Intensitas, Relatif, Pitch Dan
Lamanya
Contoh
FLATNESS
Soft/ hight/soft
Efusi pleura yang luas
DULLNESS
Medium/medium/medium
Pneumonia lobaris
RESONANCE
Loud/low/long
Paru normal, bronkitis kronik

Tabel 1. Resume Pemeriksaan Dinding Dada.
Jenis bunyi perkusi dinding toraks:
a.       Suara perkusi normal dari toraks pada lapangan paru disebut sonor ( resonance)
b.      Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid mengandung sedikit udara)
c.        Perkusi akan menghasilkan redup (dullness).
d.       Perkusi pada efusi pleura masif atau massa tumor yang besar suara perkusi pekak (flatness).
e.       Hiperinflasi dari paru dimana udara tertahan lebih banyak dalam alveoli atau adanya udara didalam rongga pleura (pnemothorax) menghasilkan perkusi (hipersonor).
f.       Adanya udara dalam lambung menimbulkan suara perkusi ( timpani).

4.      Auskultasi Paru
Auskultasi paru dilaksanakan secara indirect yaitu dengan memakai stetoskop. Sebelum ditemukan stetoskop auskultasi dilakukan secara direct dengan menempelkan telinga pemeriksa pada permukaan tubuh orang sakit. Ada dua tipe dari stetoskop yaitu :
a.        Bell type  : untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah
b.       Bowel atau membran type   : untuk nada-nada yangn lebih tinggi.
Umumnya setiap stetoskop dilengkapi dengan kedua tipe ini. Posisi penderita sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi. Kalau pasien tidak bisa duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam posisi tidur. Pasien sebaiknya disuruh bernapas dengan mulut tidak melalui hidung. Pemeriksa memberikan contoh bernapas terlebih dulu sebelum memeriksa pasien. Yang diperiksa pada auskultasi paru adalah :
v  Suara napas utama (breath sounds)
Pada orang sehat dapat didengar dengan auskultasi suara napas :
a.        Vesikuler
Pada suara napas vesikuler, suara inspirasi lebih keras, lebih panjang dan pitchnya (nada) lebih tinggi dari suara ekspirasi. Suara napas vesikuler terdengar hampir diseluruh lapangan paru, kecuali pada daerah supra sternal dan interscapula. Suara vesikuler dapat mengeras pada orang kurus atau post “exercise” dan melemah pada orang gemuk atau pada penyakit-penyakit tertentu.
b.        Trakeal
Suara napas trakeal hampir sama dengan suara napas bronkial tetapi durasi ekspirasi hamper sama antara ekspirasi dengan inspirasi, terdengar pada daerah trakea.
c.        Bronkial
Pada suara napas bronkial, suara napas ekspirasi, intensitasnya lebih keras, durasinya lebih panjang dan nadanya lebih tinggi dari suara inspirasi, terdapat pada daerah supra sternal. Ditemukanya bunyi napas bronkial pada daerah yang seharusnya suaran napas vesikuler, hal ini dapat disebabkan oleh pemadatan dari parenkim paru seperti pada pneumonia dan kompresive atelektase.
d.       Bronkovesikuler
Pada bunyi napas bronkovesikuler, suara yang timbul adalah campuran antara suara napas vesikuler dan bronkial. Jenis suara napas ini ditandai dengan ekspirasi lebih keras, lebih lama dan nadanya lebih tinggi dari inspirasi. Jenis pernapasan ini, normal didapatkan pada daerah Ruang Inter Costal ( RIC) I & II kiri dan kanan di bagian depan dan daerah interscapula pada bagian belakang, dimana terdapat ovelap antara parenkim paru dengan bronkus besar. Pernapasan broncovesikuler bila didapatkan pada daerah yang secara normal adalah vesikuler ini menunjukkan adanya kelainan pada daerah tersebut.

v  Jenis pernapasan lain :
a.    Asmatis
Suara napas asmatik yaitu pernapasan dengan ekspirasi yang memanjang kadang disertai bunyi yang menciut (mengi) atau wheezing didapat pada penderita asma bronkial atau penderita PPOK.


b.    Amphoric sounds
Suara napas Amporik dapat berasal dari kavitas atau pneumotoraks dengan fistel yang terbuka. Bunyinya seperti mendengar botol kosong yang ditiup. Untuk mendengar suara napas perhatikan intensitas, durasi dan pitch (nada) dari inspirasi dibandingkan dengan ekspirasi.

v  Suara napas tambahan :
a.      Ronki (Rales)
Adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran napas yang berisi sekret / eksudat atau akibat saluran napas yang menyempit atau oleh oedema saluran napas. Ada dua jenis ronchi yaitu:
1.    Ronki basah (moist rales)
Ronki basah adalah suara tambahan disamping suara napas, yaitu bunyi gelembung udara yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama pada fase inspirasi. Ronchi basah disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan dalam bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea. Macam-macam ronchi basah :
a.       ronki basah nyaring : contohnya pada infiltrat paru
b.      ronki basah tak nyaring :misalnya pada bendungan paru.
c.       ronki basah kasar,
ini biasanya berasal dari cairan yang berada dibronkus besar atau trakea.
d.      ronki basah sedang
e.       ronki basah halus yang terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi gesekan rambut antara jari telunjuk dengan ibu jari.

2.       Ronki kering (dry rales).
Ronki kering disebabkan lewatnya udara melalui penyempitan saluran napas, inflamasi atau spasme saluran napas seperti pada bronchitis atau asma bronchial. Ronchi kering lebih dominant pada fase expirasi terdengar squeking dan grouning, pada saluran yang lebih besar adalah deep tone grouning (sonorous) dan pada
saluran yang lebih kecil terdengar squeking dan whistling(sibilant). Ronchi kering dengan berbagai kwalitas frekwensi pitchnya disebut musical rales (seperti pada penderita asma bronchial)

a.        Pleural friction
Terjadinya bunyi pergeseran antara pleura parietal dengan pleura viseral waktu inspirasi disebut Pleura friction. Dapat terjadi pada pleuritis fribrinosa. Lokasi yang sering terjadi pleura friction adalah pada bagian bawah dari axilla, namun dapat juga terjadi di bagian lain pada lapangan paru. Terdengar seperti menggosok ibu jari dengan jari telunjuk dengan tekanan yang cukup keras pada pangkal telinga kita, terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi.

b.      The Whispered Voice (Suara berbisik)
Dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan suara napas secara memuaskan, misalnya nyeri dada bila bernapas atau keadaan keletihan, maka dapat dilakukan pemeriksaan suara berbisik (the whispered voice). Dimana pasien disuruh mengucapkan kata 77 (tujuh puluh tujuh) secara berbisik sementara pemeriksa mendengarkan dengan stetoskop pada seluruh lapangan paru. Pada kelainan infiltrate maka suara berbisik tersebut akan terdengar jelas pada pangkal telinga kita dan disebut bronchial whispered positif      dapat mendeteksi infiltrat yang kecil / minimal.

c.       Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila didengarkan pada dinding thorax (lapangan paru) akan terdengar kurang keras dan kurang jelas dan terdengar jauh. Bila terdengar lebih keras, lebih jelas dan pada pangkal telinga pemeriksaan disebut bronchoponi positif terdapat pada pemadatan parenkim paru, misal pada infiltrat dan aktelektasis kompresif.

d.      Eugophoni
Eugophoni yaitu bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya disebabkan oleh kompresif atelektasis akibat dorongan efusi pleura pada parenkim paru terdengar pada perbatasan cairan dengan parenkim paru

B.     Pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan penyakit paru
1.    Definisi pemeriksaan diagnostic system pernapasan
          Pemeriksaan radiologi thoraks  merupakan upaya pengkajian klien dengan gangguan system respirasi. Sarana sinar-x atau sinar peng-ion lainnya sebagai sarana diagnostic, misalnya pesawat sinar-x dan isotop.

2.  Jenis-jenis gangguan system pernapasan menggunakan pemeriksaan radiologi:
a. Kanker laring
b. Pneumonia
c.  TB paru
d. Abses paru
e.  Bronchitis kronik
f.  Emfisema paru
g.  Asma
3.   Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode, yaitu:
1.   Metode morfologis, di antaranya :
a.       Teknik radiologi         
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru yang  berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang (termasuk iga, sternum dan vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi.
b.    Radiografi Dada Rutin
Dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi maksimum dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil dengan sudut pandang postero anterior dan kadang juga diambil dari sudut pandang lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan memberikan  informasi sebagai berikut:
a.    Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragma
b.   dan saluran napas atas pada waktu memasuki dada
c.    Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru,
d.   termasuk jantung, aorta, kelenjar limfe dan percabangan    bronkus
e.    Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
f.    Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi,
g.   tanda fibrosis dan daerah konsolidasi.
h.   Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal bergantung pada jenis kelamin, usia dan keadaan pernapasan.

Tujuan pemeriksaan foto thoraks untuk :
a.    Menilai adanya kelainan jantung, misalnya kelainan letak jantung, pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran dan penyempitan aorta.
b.    Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru, tuberculosis paru.
c.    Menilai adanya perubahan struktur pada ekstra kardiak
Gangguan pada dinding thoraks: Fraktur iga dan fraktur sternum.
Gangguan rongga pleura: Pneumothoraks, Hematothoraks, Efusi pleura
Gangguan pada diafaragma: Paralisis saraf fernikus
Menilai letak alat-alat yang dimasukan ke dalam organ di rongga thoraks misalnya: ETT,CVP,Swan Ganz,NGT, dan yang lainnya.

c.       Tomografi computer (CT Scan)
Yaitu suatu teknik gambaran dari suatu “irisan paru” yang diambil sedemikian rupa sehingga dapat diberikan gambaran yang cukup rinci. CT scan dipadukan dengan radiograf dada rutin. CT scan berperan penting dalam:
·         Mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama brronkus
·         Menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor, struktur vaskular)
·          Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelaianan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lain
CT scan bersifat tidak infasif sehingga CT scan mediastinum sering digunakan untuk menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan stadium kanker paru, walaupun tidak seakurat bila menggunakan mediastisnokopi.

d.      Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
MRI menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy untuk mengambil gambaran potongan melintang tuubuh. Gambaran yang dihasilkan dalam berbagai bidang, dapat membedakan jaringan yang normal dan jaringan yang terkena penyakit (pada CT scan tidak dapat dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh darah dengan struktur nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih mahal dibandingkan CT scan. MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi penyakit pada hilus dan mediastinum.

e.       Ultrasounds
Tidak dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru. Namun, ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang akan timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.

f.       Angiografi Pembuluh Paru
Memasukkan cairan radoopak melalui kateter yang dimasukkan lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan lalu ke dalam arteri pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru. Resiko utama dalam angiografi yaitu timbulnya aritmia jantung saat kateter dimasukkan ke dalam bilik jantung.

g.      Pemindaian Paru
Pemindaian paru dengan menggunakan isotop, walaupun merupakan metode yang kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi emboli paru, tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan dengan angiografi.

h.      Endoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat benda asing.

i.        Pemeriksaan biopsy
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan pleuroskopi, yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang dimasukka kedalam spasium pleural. Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan  untuk  mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi
Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.

j.        Sputum.
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisms yang berkembang dalam sputum. Suatu sputum kultur dan sensitivitas sputum (C dan S) mengidentifikasi mikroorganisme tertentu dan resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat. Spesimen sputum juga dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya tuberkel basilus (TB), sputum untuk basilus cepat-asam (sputum for acid-fast bacillus [AFB]). Spesimen AFB diperoleh riga hari berturut-turut pada awal pagi hari. Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk mengidentifikasi kanker paru abnormal dengan tipe set. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan serangkaian pengumpulan spesimen riga hari berturut-turut pada awal pagi hari.
Perawat harus memastikan spesimen sputum yang mengandung lendir dari bagian dalam bronkus dan bukan saliva. Carat warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum dan dokumentasi tanggal dan waktu spesimen dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis.

       Metode fisiologis  :
a.       Uji Fungsi pulmonal
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida secara efisien. Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan mengguna­kan spirometer dan alat pencatat sementara khen bernapas melalui masker mulut (mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung. Pengukuran yanc, dilakukan mencakup volume tidal (Vt), volume reserve inspirasi (IRV), volume residual (VR), dan volume ekspirasi yang dipaksa selama 1 detik (FEV1).
Pemeriksaan fungsi paru biasanya dilakukan di laboratorium fungsi pulmonar. Perawat mempersiapkan klien dengan menjelaskan prosedur. Sebuah klip hidung mencegah klien menghirup udara atau mengeluarkan udara melalui hidung. Klien bernapas melalui sebuah masker mulut yang dihubungkan ke spirometer, yang berfungsi untuk mengukur volume paru. Klien diminta pada waktu-waktu tertentu untuk menghirup udara atau mengeluarkan sebanyak mungkin udara. Kerja sama klien sangat penting untuk memastikan hasil yang akurat.
Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR]) adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini mencerminkan terjaclinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar. Pengukuran ini sangat berkorelasi dan sama dengan FEV, (Walsh, 1992). Meter aliran ekspirasi puncak merupakan alat yang dipegang tangan sehingga memungkinkan klien asma mengikuti sejauh mina jalan napas terbuka. Informasi tentang kecepatan aliran ekspirasi puncak merupakan data pengkajian esensial untuk klien asma.

b.    Analisa Gas Darah (Arteri, Vena, PCO2, Po2, PH)
1.      Definisi
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigenasi dalam darah, kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fungsi paru untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida, dan saturasi oksi­hemoglobin. Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang difusi gas melalui membran kapiler­alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan.Pengukuran saturasi oksigen kapiler yang kontinu dapat dilakukan dengan menggunakan oksimetri kutaneus
                               Saturasi oksigen (0, sat) adalah persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keun-    tungan pengukuran oksimetri transkutaneus meliputi pengukura dilakukan, tidak invasif, dan dengan mudah diperoleh (Whitney, 1990). Oksimetri tidak menimbulkan nyeri, jika dibandingkan dengan pungsi arteri. Klien yang mencyalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronkitis kronik, asma, embolisms pulmonar, gagal jantung kongestif merupakan kandidat ideal untukmenggunakan oksmetri nadi (Ahrens dan Rutherford, 1993).


Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
Analisa Gas Darah
Normal
PH
Pa CO2
Pa O2
Total CO2 dalam plasma
HC03
Base ekses
7,35-7,45
35-45 mmhg
80-100 mmhg
24-31 mEq/1
21-30 mEq/1
-2,4 sampai + 2,3
Saturasi O2 (SaO)
>90%


2.      Prosedur pengambilan gas darah arteri
  Alat
·         Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml
·         Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
·         Jarum nomor 22 atau 25
·         Penutup udara dari karet
·         Kapas alcohol
·         Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik)
·         Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi:
-  Nama, tanggal dan waktu
- Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan  
   dengan rute apa
- Suhu

 Ø Tekhnik dan cara pengambilan darah arteri
·         Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan
·         Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara terus menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal paten
·         Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar
·         1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara
·         Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan kapas alcohol
·         Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat terhadap kulit, tepatnya jarum dan spuit pada posisi 90 derajat
·         Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke spuit
·         Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri
·         Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
·         Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
·         Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa kelaboratorium

 Ø Oksimetri nadi
Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non-invasif secara kontinu terhadap saturasi oksigen hemoglobin ( SaO2 ).Oksimetri nadi merupakan Suatu cara efektif untuk mementau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak. Sensor atau probe sekali pakai diletakan pada ujung jari, dahi, daun telinga, atau batang hidung, sensor mendekteksi tingkat saturasi oksigen dengan memantau signal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimetri dan dan direfleksikan oleh darah yang berdenyut melalaui jaringan pada probe. Nilai saturasi oksigen hemoglobin tidak dapat diandalkan dalam keadaan henti jantung, syok, penggunaan medikasi vasokonstriktor, pemberian zat warna per IV ( y.i.,biru metilen ) yang mewarnai darah, anemia berat, dan kadar karbondioksida tinggi. Kadar hemoglobin, gas darah arteri, dan pemeriksaan laboratorium lain diperlukan untuk memvalidasi hasil oksimetri nadi dalam keadaan seprti ini.


3.      Analisa
Jenis gangguan asam basa
PH
Total CO2
PCO2
Asidosis respiratorik tidak terkompensasi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi
Tinggi
Rendah 
Rendah
Asidosis metabolic tidak terkonfensasi
Rendah
Rendah
Normal
Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
Normal
Tinggi
Normal
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic
Normal
Rendah
Normal
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
Normal
Rendah
Rendah
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik
Normal
Tinggi
Tinggi


















C.   Pemeriksaan diagnostik pada klien bronkhitis kronik
Tes diagnostik yang dilakukan pada klien bronkhitis kronik adalah meliputi  :
1.      Rontgen thoraks
Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun.
2.      Analisa sputum
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan tuberculosis paru. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian, yaitu :
·         Lapisan teratas agak keruh
·         Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah)
·         Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (celluler debris). (mutaqin, 2008)
3.      Tes fungsi paru
Respirasi (Pernapasan / ventilasi) dalam praktek klinik bermakna sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 – 16 kali permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer atau spirometri.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas.
4.      Pemeriksaan kadar gas darah arteri (manurung, 2008 )
Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, Pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
·         PH normal 7,35-7,45
·         Pa CO2 normal 35-45 mmHg
·         Pa O2 normal 80-100 mmHg
·         Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
·         HCO3 normal 21-30 mEq/l




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnotik sangat diperlukan sebelum perawat melakukan tindakan keperawatan lebih lanjut, dan untuk mendapatkan data serta hasil pemeriksaan yang lebih akurat dan detail. Keakuratan pemeriksaan mempengruhi terapi yang diterima klien dan menentukan respon terhadap terapi tersebut.

B.     Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya. Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca bagi kami sebagai penyusun makalah ini.




















Daftar pustaka

Brunner & suddarth. (2001).Buku ajar keperawatan medical bedah. Edisi 5. Jakarta : EGC
www.wikipedia indonesia.com
pemeriksaan diagnostic system pernapasan
http://isntpunya.2010/05/pemeriksaan-diagnostik-sistem.html
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
http://sistemrespirasis1-2013/09/makalah-kelompok-5_8456.html






Tidak ada komentar:

Posting Komentar