BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan sistem respirasi
merupakan satu dari sistem-sistem yang ada pada tubuh manusia. Pemeriksaan
dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh
klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu untuk
nmemepertoleh data yang sistematid dan komprehensif, memastikan/membuktikan
hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakann keperawatan yang
tepat bagi klien (Dewi Sartika,2010)
Pemeriksaan diagnostik adalah
penilaian klinis tentang respon individu terhadap suatu
masalah kesehatan. Hasil suatu pemeriksaan sangat penting
dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta
menentukan prognosa. Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi
gangguan pada system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode,yaitu: (Dewi Sartika,2010)
1. Metode morfologis
di antaranya adalah teknik
radiologi, endoskopi, pemeriksaan biopsydan sputum.
2. Metode fisiologis
misalnya pengukuran gas darah
dan uji fungsi ventilasi.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik sistem pernafasan?
2. Tindakan apa sajakah yang harus dilakukan pada pemeriksaan diagnostic
system pernafasan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa-apa saja yang harus diperiksa pada organ
pernafasan yang menderita gangguan pernafasan.
2. Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan
pemeriksaan fisik system pernapasan.
3. Untuk mengetahui apa saja yang harus diperiksa pada organ pernafasan saat
melakukan pemeriksaan diagnostik pada penderita gangguan
pernapasan.
4. Diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami dan menerapkan macam pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan diagnostik pada organ pernafasan yang
menderita gangguan pernafasan.
D. Manfaat
1.
Membantu perawat dalam
melakukan pemeriksaan fisik system pernafasan
2.
Memudahkan perawat dalam
menangani klien dengan gangguan system pernafasan.
3.
Mahasiswa mampu
memahami tindakan keperawatan yang harus dilakukan saat melakukan
pemeriksaan fisik system pernapasan
4.
Mahasiswa mampu apa saja yang
harus diperiksa pada organ pernafasan saat melakukan pemeriksaan
diagnostic pada penderita gangguan pernapasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemeriksaan fisik sistem respirasi
1.
Inspeksi
Pada
pemeriksaan inspeksi sistem respirasi dilakukan secara menyeluruh dan
sistematis. Prosedur pemeriksaan inspeksi toraks dilakukan dalam dua keadaan, yaitu
inspeksi yang dilakukan dalam keadaan statis dan dalam keadaan dinamis.
Inspeksi diawali dengan pengamatan pada keadaan statis, terhadap keadaan umum
pasien, kepala (adanya edema di muka), mata (cunjunctiva, kelopak mata), leher
( Jugular Venous Presure, deviasi trakea) tangan (clabing finger, kuku), kaki
(edema tungkai) dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan toraks seperti
kelainan bentuk dinding toraks, dll. Sehingga pada pemeriksaan inspeksi sistem
respirasi ini perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.
Kelainan yang terdapat pada
sistem respirasi
2.
Kelainan alat diluar sistem
respirasi yang mempengaruhi pernapasan, seperti :
a. Penyakit jantung
b. Anemia, dll
3.
Kelainan sistem respirasi yang
menimbulkan gejala diluar paru
a. Jari tabuh
b. Sianosis
c. Edema muka
d. Bendungan vena leher, dll
Selain itu, Inspeksi pasien
juga meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tidak adanya beberapa faktor, yaitu :
1.
Efektivitas dan
frekwensi batuk pasien
Hal ini penting untuk
dilaporkan, serta karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
2.
Observasi ekspansi dada umum
Bagian integral dalam
pengkajian pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi
pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal.
3.
Kedalaman pernapasan sering
berarti sebagai frekwensi pernapasan.
Durasi inspirasi versus durasi
ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada
pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali
panjang inspirasi.
1.
Posisi trakea
Apakah trakea pada garis tengah
leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu
membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea
sering tertarik pada sisi yang sakit.
2.
Peningkatan diameter
anteroposterior (AP) dada
(misalnya peningkatan dalam ukuran dada dari depan ke belakang)
juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit
paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada
pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang).
2.
Palpasi
Pada
pemeriksaan palpasi sistem respirasi dapat dilakukan pemeriksaan Tactil fremitus dinding toraks dengan cara :
Menempelkan telapak dan jari
jari tangan pada dinding dada. kemudian pasien disuruh mengucapkan kata kata seperti 77, dengan nada
yang sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara hemithorax kiri
dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa secara
bergantian. Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa
pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada
peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal
fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau tidak ada bila terdapat sesuatu
diantara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada.
Fremitus meningkat bisa ditemukan pada :
a. Infiltrat paru
b. Compressive atelektasis
c. Cavitas paru
Fremitus menurun pada :
a. Penebalan pleura
b. Efusi pleura
c. Pneumothorax
d. Emfisema paru
e. Obstruksi dari bronkus
Selain itu dengan palpasi dapat juga menentukan
kelainan di perifer seperti :
a.
kondisi kulit (basah atau
kering)
b.
adanya demam
c.
arah aliran vena dikulit pada
vena yang terbendung (venaectasi)
d.
tumor
e.
pembesaran KGB
f.
deviasi trakea, dll
3. Perkusi (perkusi dinding toraks)
Perkusi
adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang
dihasilkan oleh ketokan pada dinding toraks. Metoda ini tetap penting walaupun
pemeriksaan radiologi toraks sudah makin berkembang, oleh karena dengan pemeriksaan
fisik yang baik bisa memprediksi kelainan yang ada dalam rongga toraks sebelum
pemeriksaan radiologi dilakukan. Dengan pemeriksaan ketok/
perkusi pada dinding toraks akan menggetarkan udara yang ada dalam paru. Bunyi
yang dihasilkan tergantung dari banyak sedikitnya udara yang ada dalam rongga
dada. Penilaiannya dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Sonor
b. Hipersonor
c. Redup
d. Pekak
Teknik dari perkusi
Pada
pemeriksaan perkusi penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi duduk. Pemeriksa menggunakan jari tengah tangan kiri
yang menempel pada permukaan dinding toraks, tegak lurus dengan iga atau
sejajar dengan iga disebut sebagai flexi meter. Sementera jari tengah tangan
kanan digunakan sebagai pemukul (pengetok) disebut flexor.
Perkusi
pada dinding toraks depan dapat dilakukan pada posisi tidur
telentang, jika pasien duduk kedua tangan pada
paha dengan flexi pada sendi siku. Perkusi dimulai dari lapangan atas paru
menuju ke lapangan bawah sambil membandingkan bunyi perkusi antara hemi toraks
kanan dan hemi toraks kiri.
Pemeriksaan
perkusi dinding toraks belakang dilakukan pada posisi pasien duduk membelakangi pemeriksa, jika pasien tidur oleh karena,
tidak dapat duduk maka untuk perkusi daerah punggung, posisi pasien dimiringkan
kekiri dan kekanan bergantian.
Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan perkusi
dinding toraks :
a. Jika dinding toraks pasien lebih tebal tekanan jari flexi meter pada
permukaan dinding toraks semakin ditingkatkan dan ketokan flexor semakin kuat.
b. Lakukan ketokan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan
kanan pada phalanx kedua dari jari tengah tangan kiri yang
menempel pada permukaan dinding toraks.
c. Gerakan ketokan pada perkusi berpusat pada sendi pergelangan tangan bukan
pada sendi siku.
d. Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal
perkusi agak lebih kuat sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti daerah
axilla dan lapangan bawah paru, kekuatan perkusi tidak terlalu kuat.
e. Waktu inspirasi dalam, batas belakang paru akan turun 4-6 cm, oleh karena
terjadi peranjakan batas paru turun ke bawah yang ditandai oleh perobahan suara
perkusi redup menjadi sonor sejauh 4-6 cm.
f. Bagian anterior toraks, bunyi sonor mulai dari clavicula kearah arcus
costarum, kecuali pada daerah jantung dan hati yang memberikan perkusi redup
atau pekak.
g. Pada daerah anterior kanan pada ruang intercostal 4 sampai 6 akan
didapatkan perkusi redup, dimana pada daerah ini didapatkan overlap antara
parenkim paru dengan hati (perkusi dilakukan pada linea medio clavicularis
kanan.
h. Dari intercostal 6 sampai arcus costarum kanan, perkusi adalah pekak
(daerah hati) yang tidak ditutupi parenkim paru.
i.
Pada bagian anterior kiri
bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah lambung) 2-3 cm diatas (superior)
dari clavicula di sebut kronig’s isthmus. Suatu zona sonor + 4-6 cm
meluas melewati bahu kearah posterior sampai tonjolan scapula, daerah ini bisa
menyempit bila terjadi fibrosis dari apex paru.
j.
Daerah dinding belakang toraks,
bunyi perkusi sonor dari apex paru sampai batas bawah vertebrae thoracal X/XI.
k. Diatas scapula bunyi perkusi sonor agak melemah.
l.
Batas jantung dengan perkusi :
Kanan : Ruang intercostal III-IV pinggir sternum kanan
Kiri atas : Ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari mid sternum
Kiri bawah : Intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.
Bunyi
perkusi
|
Intensitas,
Relatif, Pitch Dan
Lamanya
|
Contoh
|
FLATNESS
|
Soft/ hight/soft
|
Efusi pleura yang luas
|
DULLNESS
|
Medium/medium/medium
|
Pneumonia lobaris
|
RESONANCE
|
Loud/low/long
|
Paru normal, bronkitis
kronik
|
Tabel
1. Resume Pemeriksaan Dinding Dada.
Jenis bunyi perkusi dinding toraks:
a. Suara perkusi normal dari toraks pada lapangan paru disebut sonor (
resonance)
b. Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid mengandung sedikit
udara)
c. Perkusi akan menghasilkan redup
(dullness).
d. Perkusi pada efusi pleura masif atau massa tumor yang besar suara
perkusi pekak (flatness).
e. Hiperinflasi dari paru dimana udara tertahan lebih banyak dalam alveoli
atau adanya udara didalam rongga pleura (pnemothorax) menghasilkan perkusi
(hipersonor).
f. Adanya udara dalam lambung menimbulkan suara perkusi (
timpani).
4. Auskultasi Paru
Auskultasi
paru dilaksanakan secara indirect yaitu dengan memakai stetoskop. Sebelum ditemukan
stetoskop auskultasi dilakukan secara direct dengan menempelkan telinga
pemeriksa pada permukaan tubuh orang sakit. Ada dua tipe dari stetoskop yaitu :
a.
Bell type :
untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah
b.
Bowel atau membran
type : untuk nada-nada yangn lebih tinggi.
Umumnya
setiap stetoskop dilengkapi dengan kedua tipe ini. Posisi penderita sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi. Kalau
pasien tidak bisa duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam posisi tidur.
Pasien sebaiknya disuruh bernapas dengan mulut tidak melalui hidung. Pemeriksa
memberikan contoh bernapas terlebih dulu sebelum memeriksa pasien. Yang diperiksa pada auskultasi paru adalah :
v
Suara napas utama (breath
sounds)
Pada orang sehat dapat
didengar dengan auskultasi suara napas :
a. Vesikuler
Pada
suara napas vesikuler, suara inspirasi lebih keras, lebih panjang dan pitchnya
(nada) lebih tinggi dari suara ekspirasi. Suara napas vesikuler terdengar
hampir diseluruh lapangan paru, kecuali pada daerah supra sternal dan interscapula.
Suara vesikuler dapat mengeras pada orang kurus atau
post “exercise” dan melemah pada orang gemuk atau pada penyakit-penyakit
tertentu.
b. Trakeal
Suara
napas trakeal hampir sama dengan suara napas bronkial tetapi durasi ekspirasi
hamper sama antara ekspirasi dengan inspirasi, terdengar pada daerah trakea.
c. Bronkial
Pada
suara napas bronkial, suara napas ekspirasi, intensitasnya lebih keras,
durasinya lebih panjang dan nadanya lebih tinggi dari suara inspirasi, terdapat
pada daerah supra sternal. Ditemukanya bunyi napas bronkial pada daerah yang
seharusnya suaran napas vesikuler, hal ini dapat disebabkan oleh pemadatan dari
parenkim paru seperti pada pneumonia dan kompresive atelektase.
d. Bronkovesikuler
Pada
bunyi napas bronkovesikuler, suara yang timbul adalah campuran antara suara
napas vesikuler dan bronkial. Jenis suara napas ini ditandai dengan ekspirasi
lebih keras, lebih lama dan nadanya lebih tinggi dari inspirasi. Jenis
pernapasan ini, normal didapatkan pada daerah Ruang Inter Costal ( RIC) I &
II kiri dan kanan di bagian depan dan daerah interscapula pada bagian belakang,
dimana terdapat ovelap antara parenkim paru dengan bronkus besar. Pernapasan
broncovesikuler bila didapatkan pada daerah yang secara normal adalah vesikuler
ini menunjukkan adanya kelainan pada daerah tersebut.
v
Jenis
pernapasan lain :
a. Asmatis
Suara
napas asmatik yaitu pernapasan dengan ekspirasi yang memanjang kadang disertai bunyi yang menciut
(mengi) atau wheezing didapat pada penderita asma bronkial atau penderita PPOK.
b. Amphoric sounds
Suara
napas Amporik dapat berasal dari kavitas atau pneumotoraks dengan fistel yang
terbuka. Bunyinya seperti mendengar botol kosong yang ditiup. Untuk mendengar suara napas perhatikan intensitas,
durasi dan pitch (nada) dari inspirasi dibandingkan dengan ekspirasi.
v
Suara napas tambahan :
a. Ronki (Rales)
Adalah suara tambahan yang
dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran napas yang berisi sekret / eksudat
atau akibat saluran napas yang menyempit atau oleh oedema saluran napas. Ada
dua jenis ronchi yaitu:
1. Ronki basah (moist rales)
Ronki basah adalah suara
tambahan disamping suara napas, yaitu bunyi gelembung udara yang melewati
cairan (gurgling atau bubling) terutama pada fase inspirasi. Ronchi basah
disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan dalam bronkiolus atau alveoli dan
bisa juga pada bronkus dan trakea. Macam-macam ronchi basah :
a. ronki basah nyaring : contohnya pada infiltrat paru
b. ronki basah tak nyaring :misalnya pada bendungan paru.
c. ronki basah kasar,
ini biasanya berasal dari
cairan yang berada dibronkus besar atau trakea.
d. ronki basah sedang
e. ronki basah halus yang terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar
seperti bunyi gesekan rambut antara jari telunjuk dengan ibu jari.
2. Ronki kering (dry rales).
Ronki kering disebabkan
lewatnya udara melalui penyempitan saluran napas, inflamasi atau spasme saluran
napas seperti pada bronchitis atau asma bronchial. Ronchi kering lebih dominant
pada fase expirasi terdengar squeking dan grouning, pada saluran yang lebih
besar adalah deep tone grouning (sonorous) dan pada
saluran yang lebih kecil terdengar squeking dan whistling(sibilant).
Ronchi kering dengan berbagai kwalitas frekwensi pitchnya disebut musical
rales (seperti pada penderita asma bronchial)
a. Pleural friction
Terjadinya bunyi pergeseran
antara pleura parietal dengan pleura viseral waktu inspirasi disebut Pleura
friction. Dapat terjadi pada pleuritis fribrinosa. Lokasi yang sering terjadi
pleura friction adalah pada bagian bawah dari axilla, namun dapat juga terjadi
di bagian lain pada lapangan paru. Terdengar seperti menggosok ibu jari dengan
jari telunjuk dengan tekanan yang cukup keras pada pangkal telinga kita,
terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi.
b. The Whispered Voice (Suara berbisik)
Dalam keadaan tidak
memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan suara napas secara memuaskan, misalnya
nyeri dada bila bernapas atau keadaan keletihan, maka dapat dilakukan
pemeriksaan suara berbisik (the whispered voice). Dimana pasien disuruh
mengucapkan kata 77 (tujuh puluh tujuh) secara berbisik sementara pemeriksa
mendengarkan dengan stetoskop pada seluruh lapangan paru. Pada kelainan
infiltrate maka suara berbisik tersebut akan terdengar jelas pada pangkal
telinga kita dan disebut bronchial whispered positif dapat
mendeteksi infiltrat yang kecil / minimal.
c. Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila
didengarkan pada dinding thorax (lapangan paru) akan terdengar kurang keras dan
kurang jelas dan terdengar jauh. Bila terdengar lebih keras, lebih jelas dan
pada pangkal telinga pemeriksaan disebut bronchoponi positif terdapat pada
pemadatan parenkim paru, misal pada infiltrat dan aktelektasis kompresif.
d. Eugophoni
Eugophoni yaitu bronchophoni
yang terdengar nasal, biasanya disebabkan oleh kompresif atelektasis akibat
dorongan efusi pleura pada parenkim paru terdengar pada perbatasan cairan
dengan parenkim paru
B. Pemeriksaan diagnostik
pada pasien dengan penyakit paru
1. Definisi pemeriksaan diagnostic system pernapasan
Pemeriksaan radiologi thoraks
merupakan upaya pengkajian klien dengan gangguan system respirasi. Sarana
sinar-x atau sinar peng-ion lainnya sebagai sarana diagnostic, misalnya pesawat
sinar-x dan isotop.
2. Jenis-jenis gangguan system pernapasan menggunakan
pemeriksaan radiologi:
a. Kanker laring
b. Pneumonia
c. TB paru
d. Abses paru
e. Bronchitis kronik
f. Emfisema paru
g. Asma
3. Prosedur
diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode, yaitu:
1. Metode morfologis, di antaranya :
a.
Teknik radiologi
Toraks merupakan tempat yang
ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru yang berisi udara memberikan
resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim
menghasilkan bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada,
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus
sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat
pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang (termasuk iga, sternum dan
vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi.
b. Radiografi Dada Rutin
Dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi
maksimum dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma.
Radiograf diambil dengan sudut pandang postero anterior dan kadang juga diambil dari sudut pandang
lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan memberikan informasi
sebagai berikut:
a. Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragma
b. dan saluran napas atas pada waktu memasuki dada
c. Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru,
d. termasuk jantung, aorta, kelenjar limfe dan percabangan bronkus
e. Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
f. Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk
kavitasi,
g. tanda fibrosis dan daerah konsolidasi.
h. Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal
bergantung pada jenis kelamin, usia dan keadaan pernapasan.
Tujuan
pemeriksaan foto thoraks untuk :
a. Menilai adanya kelainan jantung, misalnya kelainan letak jantung, pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran
dan penyempitan aorta.
b. Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru, tuberculosis paru.
c. Menilai adanya perubahan struktur pada ekstra kardiak
Gangguan
pada dinding thoraks: Fraktur iga dan fraktur sternum.
Gangguan
rongga pleura: Pneumothoraks, Hematothoraks, Efusi pleura
Gangguan
pada diafaragma: Paralisis saraf fernikus
Menilai
letak alat-alat yang dimasukan ke dalam organ di rongga thoraks misalnya: ETT,CVP,Swan Ganz,NGT, dan yang lainnya.
c.
Tomografi computer (CT Scan)
Yaitu suatu teknik gambaran
dari suatu “irisan paru” yang diambil sedemikian rupa sehingga dapat diberikan
gambaran yang cukup rinci. CT scan dipadukan dengan radiograf dada rutin. CT
scan berperan penting dalam:
· Mendeteksi
ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama brronkus
· Menentukan
lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor, struktur vaskular)
· Dapat mengungkapkan sifat serta derajat
kelaianan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lain
CT scan bersifat tidak infasif sehingga CT scan
mediastinum sering digunakan untuk menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan
stadium kanker paru, walaupun tidak seakurat bila menggunakan mediastisnokopi.
d.
Pencitraan Resonansi Magnetik
(MRI)
MRI menggunakan resonansi
magnetic sebagai sumber energy untuk mengambil gambaran potongan melintang
tuubuh. Gambaran yang dihasilkan dalam berbagai bidang, dapat membedakan
jaringan yang normal dan jaringan yang terkena penyakit (pada CT scan tidak
dapat dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh darah dengan struktur
nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih mahal dibandingkan CT
scan. MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi penyakit pada hilus dan
mediastinum.
e.
Ultrasounds
Tidak dapat mengidentifikasi
penyakit parenkim paru. Namun, ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan
pleura yang akan timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum
untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
f.
Angiografi Pembuluh Paru
Memasukkan cairan radoopak
melalui kateter yang dimasukkan lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel
kanan lalu ke dalam arteri pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk
menentukan lokasi emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru.
Resiko utama dalam angiografi yaitu timbulnya aritmia jantung saat kateter
dimasukkan ke dalam bilik jantung.
g.
Pemindaian Paru
Pemindaian paru dengan
menggunakan isotop, walaupun merupakan metode yang kurang dapat diandalkan
untuk mendeteksi emboli paru, tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan
dengan angiografi.
h.
Endoskopi
Merupakan suatu teknik yang
memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini
paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik,
tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat benda asing.
i.
Pemeriksaan biopsy
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan
pleuroskopi, yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang
dimasukka kedalam spasium pleural. Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat
kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi
Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.
Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.
j.
Sputum.
Spesimen sputum diambil untuk
mengidentifikasi tipe organisms yang berkembang dalam sputum. Suatu sputum
kultur dan sensitivitas sputum (C dan S) mengidentifikasi mikroorganisme
tertentu dan resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat. Spesimen sputum
juga dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya tuberkel basilus (TB), sputum
untuk basilus cepat-asam (sputum for acid-fast bacillus [AFB]). Spesimen AFB
diperoleh riga hari berturut-turut pada awal pagi hari. Sputum untuk sitologi
adalah spesimen sputum yang diambil untuk mengidentifikasi kanker paru abnormal
dengan tipe set. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan serangkaian
pengumpulan spesimen riga hari berturut-turut pada awal pagi hari.
Perawat harus memastikan
spesimen sputum yang mengandung lendir dari bagian dalam bronkus dan bukan
saliva. Carat warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum dan dokumentasi
tanggal dan waktu spesimen dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis.
Metode
fisiologis :
a. Uji
Fungsi pulmonal
Pemeriksaan fungsi paru
menentukan kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida secara efisien. Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan menggunakan
spirometer dan alat pencatat sementara khen bernapas melalui masker mulut
(mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung. Pengukuran yanc,
dilakukan mencakup volume tidal (Vt), volume reserve inspirasi
(IRV), volume residual (VR), dan volume ekspirasi yang dipaksa selama 1 detik
(FEV1).
Pemeriksaan fungsi paru
biasanya dilakukan di laboratorium fungsi pulmonar. Perawat mempersiapkan klien
dengan menjelaskan prosedur. Sebuah klip hidung mencegah klien menghirup udara
atau mengeluarkan udara melalui hidung. Klien bernapas melalui sebuah masker
mulut yang dihubungkan ke spirometer, yang berfungsi untuk mengukur volume
paru. Klien diminta pada waktu-waktu tertentu untuk menghirup udara atau
mengeluarkan sebanyak mungkin udara. Kerja sama klien sangat penting untuk
memastikan hasil yang akurat.
Kecepatan aliran ekspirasi
puncak (peak expiratory flow rate [PEFR]) adalah titik aliran tertinggi yang
dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini mencerminkan terjaclinya
perubahan ukuran jalan napas menjadi besar. Pengukuran ini sangat berkorelasi
dan sama dengan FEV, (Walsh, 1992). Meter aliran ekspirasi puncak merupakan
alat yang dipegang tangan sehingga memungkinkan klien asma mengikuti sejauh
mina jalan napas terbuka. Informasi tentang kecepatan aliran ekspirasi puncak
merupakan data pengkajian esensial untuk klien asma.
b. Analisa
Gas Darah (Arteri, Vena, PCO2, Po2, PH)
1. Definisi
Pemeriksaan
gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk
menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigenasi dalam darah, kadar
karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan
nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan fungsi paru untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan
parsial oksigen dan karbon dioksida, dan saturasi oksihemoglobin. Pemeriksaan
gas darah arteri memberikan informasi tentang difusi gas melalui membran
kapileralveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan.Pengukuran saturasi
oksigen kapiler yang kontinu dapat dilakukan dengan menggunakan oksimetri
kutaneus
Saturasi oksigen (0, sat) adalah persentase hemoglobin
yang disaturasi oksigen. Keun- tungan pengukuran oksimetri transkutaneus meliputi
pengukura dilakukan, tidak invasif, dan dengan mudah diperoleh (Whitney, 1990).
Oksimetri tidak menimbulkan nyeri, jika dibandingkan dengan pungsi arteri.
Klien yang mencyalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema,
bronkitis kronik, asma, embolisms pulmonar, gagal jantung kongestif merupakan
kandidat ideal untukmenggunakan oksmetri nadi (Ahrens dan Rutherford, 1993).
Ukuran-ukuran
dalam analisa gas darah:
Analisa Gas Darah
|
Normal
|
PH
Pa CO2
Pa O2
Total CO2 dalam plasma
HC03
Base ekses
|
7,35-7,45
35-45 mmhg
80-100 mmhg
24-31 mEq/1
21-30 mEq/1
-2,4 sampai + 2,3
|
Saturasi O2 (SaO2 )
|
>90%
|
2. Prosedur
pengambilan gas darah arteri
Alat
· Spuit
gelas atau plastik 5 atau 10 ml
· Botol
heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
· Jarum
nomor 22 atau 25
· Penutup
udara dari karet
· Kapas
alcohol
· Wadah
berisi es (baskom atau kantung plastik)
· Beri
label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi:
- Nama, tanggal dan waktu
- Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak
dan
dengan rute apa
- Suhu
Ø Tekhnik dan cara
pengambilan darah arteri
· Arteri
radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan
· Bila
menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara terus menerus
bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan
aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila tangan kembali menjadi berwarna
merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal
paten
· Pergelangan
tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar
· 1
ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin,
dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan
sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara
· Arteri
brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari
telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan
kapas alcohol
· Jarum
dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini akan
paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat
terhadap kulit, tepatnya jarum dan spuit pada posisi 90 derajat
· Seringkali
jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik perlahan
darah akan masuk ke spuit
· Indikasi
satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah
kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri
· Setelah
darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang di
pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat
antikoagulan)
· Gelembung
udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara
pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
· Spuit
diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa
kelaboratorium
Ø Oksimetri nadi
Oksimetri nadi adalah metode
pemantauan non-invasif secara kontinu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (
SaO2 ).Oksimetri nadi merupakan Suatu cara efektif untuk
mementau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak.
Sensor atau probe sekali pakai diletakan pada ujung jari, dahi, daun telinga, atau
batang hidung, sensor mendekteksi tingkat saturasi oksigen dengan memantau
signal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimetri dan dan direfleksikan oleh darah
yang berdenyut melalaui jaringan pada probe. Nilai saturasi oksigen hemoglobin
tidak dapat diandalkan dalam keadaan henti jantung, syok, penggunaan medikasi
vasokonstriktor, pemberian zat warna per IV ( y.i.,biru metilen ) yang mewarnai
darah, anemia berat, dan kadar karbondioksida tinggi. Kadar hemoglobin, gas
darah arteri, dan pemeriksaan laboratorium lain diperlukan untuk memvalidasi
hasil oksimetri nadi dalam keadaan seprti ini.
3. Analisa
Jenis gangguan asam basa
|
PH
|
Total CO2
|
PCO2
|
Asidosis respiratorik tidak
terkompensasi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Alkalosis
respiratorik tidak terkonfensasi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Rendah
|
Asidosis
metabolic tidak terkonfensasi
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
|
Alkalosis
metabolic tidak terkonfensasi
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Asidosis
respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
|
Normal
|
Tinggi
|
Normal
|
Alkalosis
respiratorik kompensasi asidosis metabolic
|
Normal
|
Rendah
|
Normal
|
Asidosis
metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
|
Normal
|
Rendah
|
Rendah
|
Alkalosis
metabolic kompensasi asidosis respiratorik
|
Normal
|
Tinggi
|
Tinggi
|
C. Pemeriksaan diagnostik pada klien bronkhitis
kronik
Tes diagnostik yang dilakukan pada klien bronkhitis
kronik adalah meliputi :
1. Rontgen
thoraks
Pemeriksaan foto thoraks
posterior-anterior dilakukan untuk menilai derajat progresivitas penyakit yang
berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif menahun.
2. Analisa
sputum
Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil
hitung jenis darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis
banding dengan tuberculosis paru. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman
anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen,
dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian, yaitu :
· Lapisan
teratas agak keruh
· Lapisan
tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah)
· Lapisan
terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak
(celluler debris). (mutaqin, 2008)
3. Tes
fungsi paru
Respirasi (Pernapasan /
ventilasi) dalam praktek klinik bermakna sebagai suatu siklus inspirasi dan
ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 – 16 kali
permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru.
Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi
sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer
atau spirometri.
Udara yang keluar dan masuk
saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan
volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung
pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal
secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli
dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas.
4. Pemeriksaan
kadar gas darah arteri (manurung, 2008 )
Gas darah arteri memungkinkan
utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar
karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau
kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan
suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam
basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, Pemeriksaan fisik,
dan data-data laboratorium lainnya.
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
· PH
normal 7,35-7,45
· Pa
CO2 normal 35-45 mmHg
· Pa
O2 normal 80-100 mmHg
· Total
CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
· HCO3
normal 21-30 mEq/l
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnotik sangat diperlukan sebelum perawat melakukan tindakan
keperawatan lebih lanjut, dan untuk mendapatkan data serta hasil pemeriksaan
yang lebih akurat dan detail. Keakuratan pemeriksaan mempengruhi terapi yang
diterima klien dan menentukan respon terhadap terapi tersebut.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa
keperawatan maupun pembacanya. Kami sebagai penyusun menyadari adanya
kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca bagi kami sebagai penyusun makalah ini.
Daftar pustaka
Brunner & suddarth. (2001).Buku ajar
keperawatan medical bedah. Edisi 5. Jakarta : EGC
www.wikipedia indonesia.com
pemeriksaan diagnostic system
pernapasan
http://isntpunya.2010/05/pemeriksaan-diagnostik-sistem.html
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba
Medika
http://sistemrespirasis1-2013/09/makalah-kelompok-5_8456.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar